Selasa, 31 Agustus 2010

20 years old





Waktu benar-benar cepat berlalu.


     Saya masih ingat betul ketika 15 tahun lalu bagaimana mbak rewang saya berpeluh keringat setiap hari, dari senin hingga sabtu, pagi dan siang, mengonthel sepeda mengantar jemput seorang anak lucu nan ganteng ( yeah, 15 tahun lalu bisa dibilang tampang saya sebelas dua belaslah sama baim al-katiri ).


     Mbak rewang sangat berjasa memastikan bahwa ijazah TK bakal ada di stop map kumpulan ijazah saya ketika saya dewasa kelak. Untuk membuktikan ke semua orang yang mungkin berpikir bahwa saya belum pernah mengenyam pendidikan TK karena keseharian saya yang bisa dibilang seperti anak imbisil, yang kata orang istilahnya MKKB (yang gak tau kepanjangannya saya ucapkan selamat karena anda telah dewasa!).


     Saya juga masih ingat ketika 13 tahun yang lalu almarhum ayah saya mengantar seorang anak berseragam putih-merah, seorang anak yang sebetulnya masih suka bermain jungkat-jungkit, perosotan, atau ayunan tapi saat itu juga harus kehilangan semua itu di bangku SD.


     Dan  juga masih segar dalam ingatan bagaimana perjuangan saya berseragam putih-biru, belajar keras setiap hari demi masuk ke SMA favorit saya, yang mana di SMA tersebut merupakan suatu pengalaman ajaib nan indah, yang tak mungkin terlupakan kecuali jika mendadak saya terkena sakit pikun atau alzheimer--dan semoga saja tidak.


     Ya! Semua itu terekam dengan jelas di memori otak saya, namun sayang rasanya sungguh-sungguh berlalu sedemikian cepat sampai-sampai saya merasa masih  pantas bermain perosotan seperti yang kerap saya lakukan setiap berkunjung ke rumah teman saya yang punya TK pribadi di samping rumahnya.


How pathetic..


     Dan disitulah pangkal masalahnya, tanpa disadari saya telah menyaksikan gelaran 5 piala dunia di televisi, punya 5 almamater sekolah, sudah sekali memperpanjang SIM, juga telah merayakan ulang tahun sebanyak 19 kali, dan semua itu berarti  kurang dari setahun lagi, saya akan genap berusia 20 tahun.


Usia 20 tahun,


Yeah bisa dibilang usia yang katanya akan membuat kita menjadi individu yang lebih dewasa, lebih bijak, dan lebih peka akan lingkungan. Apa benar demikian?


     Ataukah hanya seperti anak 9 tahun yang ketika usianya jadi 10, mengganti sepatunya dari merek BATA menjadi merek converse karena tuntutan sosial anak kelas empat SD?
“mah, mah, mah, adik udah kelas empat mah, kata temen-temen udah gak kelasnya pake sepatu BATA, pokoknya adik minta dibeliin sepatu converse kayak punya kakak, please ma beliin dong ma, beliin pleaseeeee…………. !”


Oke, absurd memang.


     Jadi bisa diibaratkan, ketika memasuki usia 20 tahun, hanya covernya saja yang beda, dari yang kemana-mana pake kaos oblong, pake sandal, rambutnya gak pernah sisiran, jadi kemana-mana pakai kemeja, sepatu kulit, rambut klimis-rapi belah-tengah (jadi jangan heran jika para sales selalu berpenampilan seperti ini kerena memang rata-rata usia mereka 19 tahun keatas).


Well, perubahan macam apapun bisa terjadi bisa juga tidak di usia ke dua puluh, dan itulah yang menakutkan bagi saya, karena tahun ini tahun terakhir saya menikmati usia belasan tahun yang sungguh nikmat luar biasa.


      Karena jika saya sudah dewasa maka gak akan ada lagi yang namanya cinta monyet jaman SMA, cinta monyet yang bisa ngebikin kalian bilang, “MONYET!!! GAMPANG  BANGET GUE DIPUTUSIN!!”,  juga gombalan semacam, “rambutmu halus banget sayang, lebih halus dari rambut monyet..”  atau dinamakan cinta monyet karena kepandaian dalam bergonta ganti pacar sepandai monyet melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.


      Yaah, apapun definisi cinta monyet, tentu sangat bertolak belakang dengan orientasi cinta orang yang sudah dewasa, yang sadar bahwa semakin lama semakin dihimpit usia yang terus bertambah, seiring berkurangnya waktu toleransi menikah. Orang yang sudah dewasa cenderung tidak suka main-main dalam mencari pacar maupun membina suatu hubungan. Karena dirumah, para Ibu orang dewasa tersebut tak pernah absen mengingatkan dengan suara lirih, “nak, ibu mau ketika kamu diwisuda kelak, ada pacar kamu yang menemani ibu melihat kamu diwisuda..”


........Usia 20 yang sungguh rumit.


     Dan Bukannya bingung atau takut sih kalo ada slentingan slentingan yang mengatakan, “ih..udah kepala dua kok masih baca komik, ih.. udah kepala dua kok masih suka nonton kartun, ih..udah kepala dua kok masih minta duit ke orang tua, atau lebih kasar lagi --->  IH..!!!! UDAH KEPALA DUA KOK MASIH JOMBLO????”.


Tapi bukankah lebih enak didengar kalimat penyejuk hati para tetangga ke ibu kita di depan pager rumah yang kita kuping-in diem-diem, semacam:


“wah, si buyung udah dewasa ya, udah bisa cari uang sendiri, mana kuliahnya lancar, udah pasti dapet kerja, pacarnya cantik pula, tinggal cari tanggal buat nikah ya jeng..hihihihihihihihihihihihihihi”. “ahhhhh, jeng bisa ajaa..hikhikhik” 


tetangga mata jadi sipit---ketawa najis.

si ibu ketawa sok malu-malu kucing nutupin mulut pake tangan kiri---tangan kanan nabok ganjen punggung si tetangga.

kita langsung anfhal---kejeng kejeng mimisan saking senengnya.

     Yeah, kalimat pujian terakhir tadi really really far away dari saya, paling pol mentok pujian buat saya paling ya, “wah, anaknya sekarang udah besar ya bu, wah anaknya tinggi banget ya bu, wah anaknya sekarang ganteng ya bu”,  ohh pleassseeee, apa yang bisa dibanggain dari pujian-pujian itu? Temen saya ada yang beratnya 100 kilo lebih, jelas lebih besar dari saya, temen saya juga ada yang tingginya nyaris 2 meter, bikin saya ngerasa jongkok jalan di samping dia dan perlu dicatat dan digaris bawahi bahwa saya ganteng sejak saya lahir, dan bukan ganteng baru-baru ini aja.


Saya butuh kalimat pujian yang lebih bisa bikin hidung saya jadi sepanjang pinokio.


     Kembali ke pujian buat si buyung diatas tadi, diusia sembilan belas tahun ini, jangankan cari duit sendiri, kuliah aja lebih banyak malesnya daripada semangatnya, gak heran IPK saya masih pas-pasan.  Waktu jeda kuliah pun selalu saya isi untuk hal yang berguna di kosan temen saya, yak! Berguna untuk menambah skill dalam bermain game sepak bola virtual berjudul pro evolution soccer.


     Pulang kuliah juga gak jauh beda. Paling tiduran sambil mainan twitter yang isi tweetnya cuman saling ngecengin temen semacam anak SD yang ejek-ejekan sengit, "ih, dasar kamu pacarnya si itu", "ciee cieee mesranya sama si itu.." dan segala macam hal yang lebih pantas dilakukan anak SD daripada seorang mahasiswa.


     Selain online gak penting, sedikit sekali hal yang bisa saya lakukan misalnya baca komik, ya, sejak SD saya memang kolektor komik. Bahkan teman dekat saya ada yang bilang, kalau saja semua komik yang pernah saya beli itu dijual lagi seharga komik sekarang ( Rp.15.000), saya bisa beli motor baru!


     miris sekali memang, uang yang saya belanjakan untuk sebuah komik yang hanya saya baca sekali langsung simpan, sebetulnya bisa saya tabung untuk hal yang lebih berguna (contoh ketidak-dewasaan saya).


     Sejak itu pula saya memutuskan gak akan beli komik lagi kecuali pinjem temen atau sewa di rental, dan lebih mirisnya lagi di saat saya sangat aktif meminjam komik, perpustakaan merupakan tempat paling langka untuk saya kunjungi di kampus. Jangankan pinjam buku, niat untuk membuat kartu anggota perpustakaan saja tidak pernah terbesit dalam angan saya
dan saya menangis ketika mengetikkan kalimat barusan. . . . . .


     Yah, dibalik semua tetek bengek kecuekan tadi, sebetulnya saya cukup aware sama masa depan saya, saya punya cita-cita kapan harus lulus kuliah, bakal kerja apa, atau berapa lama saya bakal kerja sebelum nikah. Tapi ya itu tadi, saya hanya belum menemukan formula yang tepat untuk memulai hal besar yang saya cita-citakan.


     Dahulu, ibu saya pernah berkata “orang mau sukses itu ya harus mau urip rekasa (hidup susah), jaman ibu-ayahmu kuliah dulu, mau makan belum sepraktis sekarang, di kos masih harus masak sendiri, warung makan masih jarang, fasilitas juga minim, belum ada komputer buat ngetik tugas, belum ada internet, seharusnya anak jaman sekarang harus bisa lebih sukses dari ayah-ibunya”.


     Pada waktu itu, kalimat tersebut cuma masuk telinga kanan, keluar telinga kiri ketika saya SMA, tapi belakangan saya terus memikirkan dan merenunginya, benar juga pikir saya, bayangin aja, jaman dulu bikin tugas harus pakai mesin tik, gak ada yang namanya copy paste seperti sekarang. Buat nyari referensi tugas juga harus lembur ngebaca belasan literature yang gak mudah didapat, gak seperti sekarang, google siap membantu 24 jam penuh dalam sehari.


     Salut buat orang sukses jaman dulu, dengan segala keterbatasan, mereka mampu berprestasi berbekal kedewasaan.


Lalu apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa menjadi dewasa dan berprestasi?


     So, sebetulnya kita (bagi yang berumur sembilan belas menuju dua puluh) gak usah mikir yang berat-berat seperti yang saya lakukan di blog ini, toh cuma umur kita yang berubah tajuk dari ‘belas’ menjadi ‘puluh’. Silakan saja bagi yang masih doyan dandan ala abege, masih doyan nonton kartun dora the explorer bareng adeknya yang masih TK, atau masih gemar main boneka,kita bisa dewasa asal pola pikir kita terus berkembang seiring usia yang juga terus bertambah :)


     Intinya, usia 20 tahun tidak perlu ditakuti, tidak perlu persiapan khusus semacam tasyakuran ngundang tetangga, tetapi anggap saja seperti suatu alarm yang mengingatkan kita bahwa kita bukan sekadar anak baru gedhe lagi. Tapi memang udah gedhe beneran. Dan keyakinan itu yang akan saya tanamkan dalam hati nurani saya, jauh di sanubari terdalam. Sehingga nantinya akan mengingatkan saya ketika hasrat bermain perosotan di TK milik teman saya tiba-tiba muncul.


     Maka dari itu, selagi bisa, semasih sempat, yang sebentar lagi udah umur 20 tahun, nikmatilah usia belasan terakhirmu sepuas-puasnya :D






  

Inception

Akhirnya setelah sekian lama blog ini bisa lahir.
Kalau diibaratkan ibu mengandung, sudah sembilan puluh bulan blog ini ada dalam kandungan saya, tapi gak lahir-lahir juga, dan alhamdulillah deh saya ada waktu dan niat buat pergi ke dokter, buat operasi caesar, dan akhirnya lahir si jabang bayi satu ini.


oke, cukup, kembali serius kawan. 




Sebetulnya udah sejak lama saya pengen nulis, terinspirasi mulai dari novelis-novelis keren yang ketika novelnya dibaca, mampu membuat si pembaca membayangkan hal yang sama dengan apa yang dibayangkan oleh novelis tersebut, hingga terinspirasi oleh blog-blog keren milik teman-teman saya, dan yeah, harus saya akui juga, saya sering terinspirasi oleh tulisan-tulisan si mantan pacar yang sering saya baca semasa SMA, baik itu berbentuk cerpen maupun blog--oke, topik ini stop sampai disini.


And this is it.. blog ini secara resmi saya namakan 'sketch of world', aka sketsa dunia, dunia siapa? ya dunia saya sendiri, dunia saya yang penuh dengan sketsa, baik itu sketsa yang tergores dengan indah, maupun sketsa yang tergores dengan berbagai macam hal yang bisa dibilang sebagai 'sketsa yang tak diinginkan'. Semuanya bercampur menjadi semacam lukisan abstrak, namun mempunyai nilai seni yang tinggi.



oke, gak usah kebanyakan basa basi, mari sketsakan dunia dalam tulisan!